NYAMAN DENGAN JATI DIRI KITA
Oleh Romo Felix Supranto, SS.CC
Di sekitar kita ini begitu banyak penipuan atau kepalsuan sehingga dunia kita sering disebut sebagai panggung sandiwara. Hidup kita bagaikan panggung sandiwara karena telah dikepung oleh kepalsuan, dari merebaknya barang-barang palsu sampai ijasah palsu. Artinya, penipuan itu terjadi di belakang kita, di samping kita, dan di depan kita. Namun demikian, penipuan-penipuan tersebut tidak sebanding dengan penipuan di dalam diri kita.
Penipuan di dalam diri kita itu disebut dengan kepalsuan diri atau kepalsuan jati diri. Kepalsuan jati diri itu bagaikan hidup dalam drama kehidupan. Seperti aktor dalam drama, kita akan berperan ganda, menampilkan dua wajah yang berbeda pada saat berada di panggung depan dan di panggung belakang. Saat di panggung depan, yaitu dalam interaksi sosial, kita menampilkan diri sebagai pribadi yang menarik. Kita menjaga gaya bicara yang tertata dan santun serta mengenakan busana yang rapi. Ketika kita di panggung belakang, kita akan menjadi manusia apa adanya. Kita menjadi diri sendiri. Kita bertingkah laku dan berbicara seperti kebiasaan kita.
Topeng kehidupan itu membuat kita tidak memiliki ketentraman karena melawan hati nurani. Mengenakan wajah ganda itu melelahkan karena setiap saat kita harus mengubah diri kita sesuai dengan tuntutan dan kemauan situasi. Karena itu, jalan yang terbaik agar kita dapat mencintai kehidupan kita adalah nyaman dengan diri kita sendiri.
Saya pernah ingin menjadi seorang gitaris, pemain sepak bola, dan pemain drama. Saya menghabiskan waktu setiap hari untuk berlatih hal-hal tersebut. Hasilnya apa ? Hasilnya hanyalah kelelahan karena memang saya bukan diciptakan Allah untuk menjadi seorang gitaris, pemain sepakbola, ataupun pemain drama. Saya sadar bahwa saya diciptakan Allah sebagai seorang imam dan seorang penulis buku.
Hal tersebut bukan saja menyangkut kemampuan diri, tetapi juga menyangkut sifat kita. Saya sadar bahwa sifat saya adalah ektrovert, yaitu mudah bergaul dan terbuka. Ketika ada teman saya yang memiliki sifat tenang dan pendiam, dalam hati saya mengatakan bahwa sifat-sifat saya itu kurang baik dan saya harus mengubahnya. Saya pun berusaha untuk menjadi pendiam dan tenang seperti dia. Saya meyakini bahwa seorang yang pendiam dan tenang akan banyak disayangi oleh banyak orang. Saya juga membenarkan kata-kata mutiara ini “Diam adalah Emas”. Apa hasilnya ? Ternyata semakin saya ingin menjadi pribadi yang lain, saya semakin frustasi. Yang dikehendaki Allah pada saya adalah saya harus dapat mensyukuri kepribadian saya karena Dia memiliki tujuan mulia di dalamnya. Bersyukur atas jati diri merupakan kunci kebahagiaan hidup.
Bagaimana dengan kita ? Apakah kita sudah bahagia dengan pribadi kita sebagaimana Allah telah menciptakannya ? Yang perlu diingat adalah Allah telah menciptakan kita sebagai pribadi yang unik. Ia telah melengkapi kita dengan bakat dan kemampuan yang luar biasa. Dia menghendaki kita untuk nyaman dengan jati diri kita sendiri. Nyaman dengan jati diri kita sendiri tidak berarti kita tidak bisa mengembangkan diri kita. Hal itu juga tidak berarti kita tidak mau menerima inspirasi dari orang dan belajar sesuatu yang berbeda. Nyaman dengan jati diri kita sendiri berarti kita menyadari bahwa Allah telah menciptakan kita sebagai pribadi yang indah dengan kemampuan-kemampuan yang istinewa.
Allah memberikan kekampuan-kemampuan istimewa ini nyata dalam diri seorang anak yang berkebutuhan khusus. Beberapa bulan yang lalu, saya memimpin Misa (ibadat) disebuah panti rehabilitasi. Anak ini sangat pendiam. Ia tidak ikut-ikutan yang lainnya. Ketika lagu pembukaan dinyanyikan, saya mendengarkan sebuah iringan musik organ yang indah. Saya terkejut. Ternyata anak berkebutuhan khusus tersebut yang memainkan musik yang indah itu dengan penuh penghayatan.
Doa berikut ini menjadi sebuah kesimpulan agar kita semakin nyaman dengan diri kita sebagaimana Allah telah ciptakan.
Ya Allah,
Berikanlah kesadaran dalam diri kami,
bahwa kami ini telah Engkau ciptakan secara istimewa,
dengan kemampuan yang unik dan dengan tujuan khusus.
Dengan demikian, kami akan mensyukuri jati diri kami
dan akan menggunakan keptibadian dan kemampuan kami
untuk memuliakan kebesaran-Mu
Comments
Post a Comment